Mengapa manusia perlu beragama? Dan apa pula hakikat agama itu? Jawaban
kedua pertanyaan ini seharusnyta diajukan oleh tiap orang yang memeluk
sebuah agama. Tapi barangkali hanya sedikit orang yang mengetahui dengan
tepat apa itu agama dan mengapa ia beragama. Karenanya tak mengherankan jika
banyak pula orang yang mengaku memeluk suatu agama namun ia tak tahu
bagaimana ia mengamalkan agamnya.
Agama atau ad-dien dalam bahasa arabnya adalah : "Keyakinan (keimanan)
tantang suatu dzat ketuhanan (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan
dan ibadah". Ini adalah definisi secara umum. Karenanya semua keyakinan
tentang dzat ketuhanan disebut agama, walaupun itu murni hasil "kreatifitas"
otak manusia.
Kebutuhan terhadap agama
Bahwa sebagian besar penghuni bumi ini beragama adalah sebuah kenyataan yang
tak bisa dipungkiri. Hal ini memunculkan sebuah pertanyaan "Mengapa manusia
beragama?". Jawabnya adalah karena manusia butuh terhadap agama. Dr. Yusuf
Al-Qaradhawy dalam bukunya "Madkhal li-Ma'rifatil Islam"-Pengantar Kajian
Islam- menyebutkan paling tidak ada lima faktor yang menyebabkan manusia
butuh terhadap agama:
1. Kebutuhan akal terhadap pengetahuan mengenai hakikat eksistensi terbesar.
Betapapun cerdasnya manusia, jika hanya dengan akalnya ia tak akan bisa
menjawab dengan pasti pertanyaan: darimana ia berasal?, kemanakah ia setelah
mejalani hidup ini? dan untuk apa ia hidup?. Banyak filosof dan pemikir yang
mencoba mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan ini, namun tak ada jawaban
pasti yang dapat mereka berikan. Karenanya tak mengherankan jika
jawaban-jawaban itu berbeda-beda satu dengan yang lain. Ini terjadi karena
jawaban-jawaban yang mereka berikan hnya didasarkan pada asumsi-asumsi dan
prasangka.
Jawaban pasti terhadap pertanyaan-pertanyaan diatas hanya bisa didapatkan
melui agama dan itu pun tidak semua agama. Sebab pada hakikatnya jawaban
pati itu adalah berasal dari Tuhan yang menciptakan manusia dan jagat raya
ini. Dan saat ini hanya Islamlah yang mempunyai sumber autentik firman
Tuhan, yaitu Al-Qur'an. Selain Al-Qur'an semua sudah tercampur dengan
perkataan manusia, bahkan ada yang murni hasil karya manusia namun dianggap
firman Tuhan.
2. Kebutuhan fitrah manusia
Bukti yang paling jelas membuktikan bahwa secara fitrah manusia butuh
terhadap agama adalah kenyataan bahwa semua bangsa mengenal kepercayaan
terhadap dzat yang dianggap agung. Baik itu bangsa yang primitif maupun yang
berperadaban, yang di barat maupun yang di timur, yang kuno maupun yang
modern. Sedangkan orang-orang yang mengaku tidak percaya terhadap Tuhan, itu
sebenarnya adalah hanya sebuah pelarian dari rasa kecewa terhadap agama yang
mereka lihat. Padahal yang salah adalah ajaran agama itu dan sama sekali itu
tidak membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.
Tentang kebutuhan fitri terhadap agama ini Allah berfirman :
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu".(Qs.
Ar-Rum:30)
3. Kebutuhan manusia terhadap kesehatan jiwa dan kekuatan rohani
Kehidupan manusia tak selamanya mulus tanpa kerikil dan batu sandungan. Ada
saat-saat gembira, bahagia, damai dan tentram namun juga ada saat diaman ia
sedih, gundah, menderita dan tertimpa musibah. Disaat jiwa sedang dalam
kondisi lemah seperti itulah semakin terasa ia membutuhkan kekuatan yang
bisa mengembalikan rasa bahagia, tentram dan damai yang hilang. Atau paling
tidak ia bisa menghadapi semua itu dengan jiwa yang besar, ketabahan dan
kesadaran.
Keyakinan dan keimanan terhadap agamalah sumber kekuatan itu. Sebab hanya
agamalah yang mengajarkan tentang kepercayaan terhadap takdir, tawakkal,
kesabaran, pahala dan siksa. Dengan kepercayaan terhadap takdir ia bisa
dengan mudah menerima kenyataan. Dengan tawakkal ia tidak akan terlalu
kecewa jika ternyata jerih payahnya tak sesuai dengan harapan. Dan dengan
kepercayaan terhadap pahala dan siksa ia akan bisa segera bangkit kembali
tatkala didzalimi orang lain. Dengan kepercayaan semacam itulah jiwa akan
menjadi sehat dan rohani akan menjadi kuat.
Tentang kaitan antara agama dan kesehatan jiwa ini Dr. Karl Bang memberikan
kesaksian: "Setiap pasien yang berkonsultasi padaku semenjak tiga puluh
tahun yang lalu yang berasal dari seluruh penjuru dunia, ternyata
sesungguhnya penyebab sakit mereka adalah kurangnya keimanan dan goyahnya
akidah mereka. Sementara mereka tidak akan mendapatkan kesembuhan kecuali
setelah mereka mengembalikan keimana mereka".
4. Kebutuhan masyrakat terhadap motivasi dan disiplin akhlak.
Hukum dan peraturan jelas tidak bisa menjamin bahwa anggota sebuah
masyarakat akan bisa melaksanakan kebaikan, menunaikan kewajiban dan
meninggalkan larangan. Sebab hukum dan peraturan itu tidak bisa menciptakan
motivasi dan menumbuhkan kedisiplinan. Karena memanipulasi hukum adalah
suatu hal yang mungkin terjadi dan mencurangi peraturan adalah bukan hal
sulit untuk dilakukan.
Hukum dan peraturan hanyalah sebuah perwujudan dari pengawasan eksternal,
dan itu tidak cukup. Masyarakat membutuhkan motivasi internal yang kita
kenal dengan hati nurani. Dengan membina hati nurani inilah seorang manusia
akan termotivasi untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan dengan
sukarela walaupun tanpa ada pengawasan dari manusia dan tekanan dari hukum
dan peraturan.
Peran pembinaan terhadap hati nurani inilah yang tak dapat dilakukan selain
oleh agama. Apalagi agama juga mengajarkan adanya "pengawasan melekat" oleh
Tuhan terhadap seluruh perbuatan manusia. Motivasi hati nurani dan
"pengawasan melekat" seperti inilah yang bisa menjamin suburnya nilai-nilai
kebaikan dan akhlak mulia dalam masyarakat.
Marilah kita simak kata-kata Voltair berikut ini:
"Mengapa kalian meragukan eksistensi Tuhan, padahal kalau bukan karena Tuhan
niscaya istriku telah mengkhianatiku (berbuat serong) dan pembantuku telah
mencuri hartaku".
5. Kebutuhan masyarakat kepada solidaritas dan soliditas.
Agama sesungguhnya memiliki peran yang sangat besar urgensinya dalam
mengeratkan hubungan antara manusia satu sama lain, dalam status mereka
semua sebagai hamba milik satu Tuhan (Allah) yang talah menciptakan mereka
dan dalam status mereka semua sebagai anak dari satu bapak (Adam) yang telah
menurunkan mereka, terlebih lagi dengan persaudaraan akidah dan ikatan iman
yang dibangun oleh agama diantara mereka. Bahkan ikatan akidah dan keimanan
ini melampaui batas-batas bangsa, suku, warna kulit jenis kelamin dan
melebihi ikatan darah dan kekerabatan. Maka tidak mengherankan jika kita
menemukan mereka mencintai yang lainnya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri, rela mengorbankan nyawa demi saudaranya dan berlinang air mata
karena penderitaan saudaranya dinegeri lain yang dipisahkan jarak
beribu-ribu kilo meter. Dengan cinta dan pengorbanan semacam itulah sebuah
masyarakat menjadi solid dan kokoh
kedua pertanyaan ini seharusnyta diajukan oleh tiap orang yang memeluk
sebuah agama. Tapi barangkali hanya sedikit orang yang mengetahui dengan
tepat apa itu agama dan mengapa ia beragama. Karenanya tak mengherankan jika
banyak pula orang yang mengaku memeluk suatu agama namun ia tak tahu
bagaimana ia mengamalkan agamnya.
Agama atau ad-dien dalam bahasa arabnya adalah : "Keyakinan (keimanan)
tantang suatu dzat ketuhanan (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan
dan ibadah". Ini adalah definisi secara umum. Karenanya semua keyakinan
tentang dzat ketuhanan disebut agama, walaupun itu murni hasil "kreatifitas"
otak manusia.
Kebutuhan terhadap agama
Bahwa sebagian besar penghuni bumi ini beragama adalah sebuah kenyataan yang
tak bisa dipungkiri. Hal ini memunculkan sebuah pertanyaan "Mengapa manusia
beragama?". Jawabnya adalah karena manusia butuh terhadap agama. Dr. Yusuf
Al-Qaradhawy dalam bukunya "Madkhal li-Ma'rifatil Islam"-Pengantar Kajian
Islam- menyebutkan paling tidak ada lima faktor yang menyebabkan manusia
butuh terhadap agama:
1. Kebutuhan akal terhadap pengetahuan mengenai hakikat eksistensi terbesar.
Betapapun cerdasnya manusia, jika hanya dengan akalnya ia tak akan bisa
menjawab dengan pasti pertanyaan: darimana ia berasal?, kemanakah ia setelah
mejalani hidup ini? dan untuk apa ia hidup?. Banyak filosof dan pemikir yang
mencoba mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan ini, namun tak ada jawaban
pasti yang dapat mereka berikan. Karenanya tak mengherankan jika
jawaban-jawaban itu berbeda-beda satu dengan yang lain. Ini terjadi karena
jawaban-jawaban yang mereka berikan hnya didasarkan pada asumsi-asumsi dan
prasangka.
Jawaban pasti terhadap pertanyaan-pertanyaan diatas hanya bisa didapatkan
melui agama dan itu pun tidak semua agama. Sebab pada hakikatnya jawaban
pati itu adalah berasal dari Tuhan yang menciptakan manusia dan jagat raya
ini. Dan saat ini hanya Islamlah yang mempunyai sumber autentik firman
Tuhan, yaitu Al-Qur'an. Selain Al-Qur'an semua sudah tercampur dengan
perkataan manusia, bahkan ada yang murni hasil karya manusia namun dianggap
firman Tuhan.
2. Kebutuhan fitrah manusia
Bukti yang paling jelas membuktikan bahwa secara fitrah manusia butuh
terhadap agama adalah kenyataan bahwa semua bangsa mengenal kepercayaan
terhadap dzat yang dianggap agung. Baik itu bangsa yang primitif maupun yang
berperadaban, yang di barat maupun yang di timur, yang kuno maupun yang
modern. Sedangkan orang-orang yang mengaku tidak percaya terhadap Tuhan, itu
sebenarnya adalah hanya sebuah pelarian dari rasa kecewa terhadap agama yang
mereka lihat. Padahal yang salah adalah ajaran agama itu dan sama sekali itu
tidak membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.
Tentang kebutuhan fitri terhadap agama ini Allah berfirman :
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu".(Qs.
Ar-Rum:30)
3. Kebutuhan manusia terhadap kesehatan jiwa dan kekuatan rohani
Kehidupan manusia tak selamanya mulus tanpa kerikil dan batu sandungan. Ada
saat-saat gembira, bahagia, damai dan tentram namun juga ada saat diaman ia
sedih, gundah, menderita dan tertimpa musibah. Disaat jiwa sedang dalam
kondisi lemah seperti itulah semakin terasa ia membutuhkan kekuatan yang
bisa mengembalikan rasa bahagia, tentram dan damai yang hilang. Atau paling
tidak ia bisa menghadapi semua itu dengan jiwa yang besar, ketabahan dan
kesadaran.
Keyakinan dan keimanan terhadap agamalah sumber kekuatan itu. Sebab hanya
agamalah yang mengajarkan tentang kepercayaan terhadap takdir, tawakkal,
kesabaran, pahala dan siksa. Dengan kepercayaan terhadap takdir ia bisa
dengan mudah menerima kenyataan. Dengan tawakkal ia tidak akan terlalu
kecewa jika ternyata jerih payahnya tak sesuai dengan harapan. Dan dengan
kepercayaan terhadap pahala dan siksa ia akan bisa segera bangkit kembali
tatkala didzalimi orang lain. Dengan kepercayaan semacam itulah jiwa akan
menjadi sehat dan rohani akan menjadi kuat.
Tentang kaitan antara agama dan kesehatan jiwa ini Dr. Karl Bang memberikan
kesaksian: "Setiap pasien yang berkonsultasi padaku semenjak tiga puluh
tahun yang lalu yang berasal dari seluruh penjuru dunia, ternyata
sesungguhnya penyebab sakit mereka adalah kurangnya keimanan dan goyahnya
akidah mereka. Sementara mereka tidak akan mendapatkan kesembuhan kecuali
setelah mereka mengembalikan keimana mereka".
4. Kebutuhan masyrakat terhadap motivasi dan disiplin akhlak.
Hukum dan peraturan jelas tidak bisa menjamin bahwa anggota sebuah
masyarakat akan bisa melaksanakan kebaikan, menunaikan kewajiban dan
meninggalkan larangan. Sebab hukum dan peraturan itu tidak bisa menciptakan
motivasi dan menumbuhkan kedisiplinan. Karena memanipulasi hukum adalah
suatu hal yang mungkin terjadi dan mencurangi peraturan adalah bukan hal
sulit untuk dilakukan.
Hukum dan peraturan hanyalah sebuah perwujudan dari pengawasan eksternal,
dan itu tidak cukup. Masyarakat membutuhkan motivasi internal yang kita
kenal dengan hati nurani. Dengan membina hati nurani inilah seorang manusia
akan termotivasi untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan dengan
sukarela walaupun tanpa ada pengawasan dari manusia dan tekanan dari hukum
dan peraturan.
Peran pembinaan terhadap hati nurani inilah yang tak dapat dilakukan selain
oleh agama. Apalagi agama juga mengajarkan adanya "pengawasan melekat" oleh
Tuhan terhadap seluruh perbuatan manusia. Motivasi hati nurani dan
"pengawasan melekat" seperti inilah yang bisa menjamin suburnya nilai-nilai
kebaikan dan akhlak mulia dalam masyarakat.
Marilah kita simak kata-kata Voltair berikut ini:
"Mengapa kalian meragukan eksistensi Tuhan, padahal kalau bukan karena Tuhan
niscaya istriku telah mengkhianatiku (berbuat serong) dan pembantuku telah
mencuri hartaku".
5. Kebutuhan masyarakat kepada solidaritas dan soliditas.
Agama sesungguhnya memiliki peran yang sangat besar urgensinya dalam
mengeratkan hubungan antara manusia satu sama lain, dalam status mereka
semua sebagai hamba milik satu Tuhan (Allah) yang talah menciptakan mereka
dan dalam status mereka semua sebagai anak dari satu bapak (Adam) yang telah
menurunkan mereka, terlebih lagi dengan persaudaraan akidah dan ikatan iman
yang dibangun oleh agama diantara mereka. Bahkan ikatan akidah dan keimanan
ini melampaui batas-batas bangsa, suku, warna kulit jenis kelamin dan
melebihi ikatan darah dan kekerabatan. Maka tidak mengherankan jika kita
menemukan mereka mencintai yang lainnya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri, rela mengorbankan nyawa demi saudaranya dan berlinang air mata
karena penderitaan saudaranya dinegeri lain yang dipisahkan jarak
beribu-ribu kilo meter. Dengan cinta dan pengorbanan semacam itulah sebuah
masyarakat menjadi solid dan kokoh
Manusia sebagai mahluk
Manusia
sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial,
susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi,
sosial, susila, dan religii harus dikembangkan secara seimbang, selaras,
dan serasi. Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam
kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Manusia mempunyai arti
hidup secara layak jika ada diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia
lain atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat
menyelenggarakan hidupnya dengan baik.
Guna
meningkatkan kualitas hidup, manusia memerlukan pendidikan, baik
pendidikan yang formal, informal maupun nonformal. Dalam kenyataannya,
manusia menunjukkan bahwa pendidikan merupakan pembimbingan diri sudah
berlangsung sejak zaman primitif. Kegiatan pendidikan terjadi dalam
hubungan orangtua dan anak.
John A. Laska, mengemukakan pengertian pendidikan sebagai berikut :
Education
is one of the most important activities in which human beings engange.
It is by means of the educative process and its role intransmitting the
cultural heritage from one generation to the next that human societies
are able to meintein their existence. But education does more than just
help us to keep the kind of society we already have; it is also one of
the major ways in which people try to change or improve their
societies…..
A. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu
Sebagai
makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi
atau kelompok, manusia harus memiliki kesadaran diri yang dimulai dari
kesadaran pribadi di antara segala kesadaran terhadap segala sesuatu.
Kesadaran diri tersebut meliputi kesadaran diri di antara realita, self-respect, self-narcisme,
egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi
lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi
dasar bagi self-realisation.
Sebagai
makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan
merupakan tindakan instingtif belaka. Manusia yang biasa dikenal dengan Homo sapiens
memiliki akal pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir dan berlaku
bijaksana. Dengan akal tersebut, manusia dapat mengembangkan
potensi-potensi yang ada di dalam dirinya seperti, karya, cipta, dan
karsa. Dengan pengembangan potensi-potensi yang ada, manusia mampu
mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya yaitu makhluk ciptaan
Tuhan yang paling sempurna.
Perkembangan
manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu
puluhan atau bahakan belasan tahun untuk menjadi dewasa. Upaya
pendidikan dalam menjadikan manusia semakin berkembang. Perkembangan
keindividualan memungkinkan seseorang untuk mengmbangkan setiap potensi
yang ada pada dirinya secara optimal.
Sebagai
makhluk individu manusia mempunyai suatu potensi yang akan berkembang
jika disertai dengan pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat
menggali dan mengoptimalkan segala potensi yang ada pada dirinya.
Melalui pendidikan pula manusia dapat mengembangkan ide-ide yang ada
dalam pikirannya dan menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari yang
dapat meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri.
B. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Di
dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia
memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan
salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia
lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang interdependensi. Di dalam
kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu
kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam hubungan
antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi
sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan positif dan
negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia
bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu.
Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi
kepentingan bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang
luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini manusia memerlukan
pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.
Tidak
hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai
perasaaan emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan
mendapat tanggapan emosional dari orang lain pula. Manusia memerlukan
pengertian, kasih saying, harga diri pengakuan, dan berbagai rasa
emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh
apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam
suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam
berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang
dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu
sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan,
"manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan". Jadi jika
manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang
sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil
penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa
pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.
Dengan
demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia
hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup
bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.
C. Pengembangan manusia sebagai makhluk Susila
Aspek
kehidupan susila adalah aspek ketiga setelah aspek individu dan sosial.
Manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan yang buruk karena
hanya manusia yang dapat menghayati norma-norma dalam kehidupannya.
Dalam
proses antar hubungan dan antaraksi itu, tiap-tiap pribadi membawa
identitas dan kepribadian masing-masing. Oleh karena itu, keadaan yang
yang cukup bermacam-macam akan terjadi berbagai konsekuensi
tindakan-tindakan masing-masing pribadi.
Kehidupan
manusia yang tidak dapat lepas dari orang lain, membuat orang harus
memiliki aturan-aturan norma. Aturan-aturantersebut dibuat untuk
menjadikan manusia menjadi lebih beradab. Menusia akan lebih menghargai
nilai-nilai moral yang akan membawa mereka menjadi lebih baik.
Selain
aturan-aturan norma, manusia juga memerlukan pendidikan yang dapat
digunakan sebagai sarana mencapai kemakmuran dan kenyamanan hidup.
Pendidikan dapat menjadikan manusia seutuhnya. Dengan pendidikan,
manusia dapat mengerti dan memahami makna hidup dan penerapannya.
Melalui
pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia yang bersusila, karena
hanya dengan pendidikan kita dapat memanusiakan manusia. Melalui
pendidikan pula manusia dapat menjadi lebih baik daripada keadaan
sebelumnya. Dengan pendidikan ini, manusia juga dapat melaksanakan
dengan baik norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat. Manusia akan
mematuhi norma-norma yang ada dalam masyarakat jika diberikan pendidikan
yang tepat.
Dengan
demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung
pada tepat tidaknya suatu pendidikan mendidik seorang manusia mentaati
norma, nilai dan kaidah masyarakat. Jika tidak maka manusia akan
melakukan penyimpangan terhadap norma-norma yang telah disepakati
bersama oleh masyarakat.
D. Pengembangan Manusia Sebagai Mahluk Religius
Manusia
diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang
paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui
kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa
menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia meyakini
bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada
kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu,
sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha
Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi.
Dalam
kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia
selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna
tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan
dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Oleh
karena fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada
Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah kepada Tuhan pun diperlukan suatu
ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan. Dengan pendidikan,
manusia dapat mengenal siapa Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia
dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melalui
sebuah pendidikan yang tepat, manusia akan menjadi makhluk yang dapat
mengerti bagaimana seharusnya yang dilakukan sebagai seorang makhluk
Tuhan. Manusia dapat mengembangkan pola pikirnya untuk dapat mempelajari
tanda-tanda kebesaran Tuhan baik yang tersirat ataupu dengan jelas
tersurat dalam lingkungan sehari-hari.
Maka
dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam setiap
sisinya, baik dari sisi individu, sosial, susila, maupun religius.
Keutuhan dari setiap sisi tersebut dapat menjadikan manusia menjadi
makhluk yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk-makhluk
Tuhan yang lain.
Fungsi agama
Dari segi pragmatisme,
seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya.
Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan
hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah:
- Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia sentiasanya memberi penerangan kepada dunia(secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah(s.w.t) dan setiap manusia harus menaati Allah(s.w.t).
- Menjawab pelbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sebagian pertanyaan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab soalan-soalan ini.
- Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
- Memainkan fungsi peranan sosial.
Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial.
DAFTAR PUSTAKA Fungsi agama
Azra,Azyumardi.2002.Demokrasi,HAM,dan Masyarakat Madani.Jakarta:Prenada Media.
Budiyanto.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta:Erlangga.
Kaelan.2008.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta:Paradigma.
Suteng,Bambang.2006.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta:Erlangga.
Budiyanto.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta:Erlangga.
Kaelan.2008.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta:Paradigma.
Suteng,Bambang.2006.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta:Erlangga.
0 Komentar